Sabtu, 26 Januari 2013

Problematika Penyelenggaraan Ujian Nasional


Sebagaimana yang banyak telah dibahas sebelumnya pada tulisan-tulisan maupun buku, kebijakan Pemerintah adalah suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah berwenang untuk mengambil beberapa keputusan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengarahkan pemerintahan dan  mengatur segala sistemnya ke arah yang lebih baik. Walaupun demikian, pada penerapannya suatu kebijakan juga bisa berubah kepada regresif (mundur). Kebijakan itu sendiri dapat berjalan dengan baik atau sesuai dengan fungsinya apabila dilandasi dengan hukum yang pasti, guna menjamin kesejahteraan umum.
Sejalan dengan pokok permasalahan, dewasa ini kebijakan yang diambil pemerintah sering kurang efektif yang kemudian berbuah perubahan-perubahan dalam tempo waktu yang berdekatan. Memang hal ini bukan suatu hal yang bertentangan dengan hukum, tapi secara tak langsung mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam menyikapi suatu masalah. Pada banyak kasus, kebijakan yang diambil terhadap suatu masalah telah terkonsep secara rapi dan sistematis, tapi pada implementasinya terkesan setengah-setengah dan tumpang tindih. Juga banyak terjadi didalamnya berbagai tindakan nepotisme atau primordialisme yang berujung pada tidak sempurna-nya suatu kebijakan. Dan yang paling penting adalah, para pengambil kebijakan tidak seharusnya memiliki sifat atau rasa egoistis. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi ketat kepada masyarakat tentang kebijakan yang ambil, agar rakyat mengerti dan tau langkah seperti apa yang akan diambil.
Saya akan coba membahas sedikit tentang dunia pendidikan di Indonesia kita yang tercinta ini. Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas), Ujian Akhir Nasional (UAN), Ujian Nasional (UN), kesemua itu adalah beberapa nama yang pernah dipakai untuk mengukur mutu pendidikan nasional dan kelulusan siswa secara kognitif di tingkat dasar maupun menengah. Apa pun namanya, selama itu tidak dapat mengakomodir kepentingan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat, itu akan selalu menjadi pro dan kontra serta kecurangan yang bertebaran dalam proses tersebut.  


Asumsi pemerintah, kepala daerah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri tentang UN adalah sebagai berikut ini:

1.    Kebanggaan tersendiri jika mendapat nilai rata-rata tinggi
2.    Tolak ukur efektifitas pembelajaran sekaligus tolak ukur mutu pendidikan
3.   Melatih siswa dalam disiplin, jujur, mandiri dan tepat dalam mengambil suatu keputusan
4.    Kebanggaan tersendiri suatu daerah atau sekolah dalam meraih kelulusan 100%
5.     Kebanggaan sekolah jika nilai rata-rata UN tinggi

Dari 5 hal ini lah yang kemudian bisa melahirkan pro dan kontra, serta kecurangan dalam pelaksanaan ujian . Pelaksanaan UN sendiri telah diatur porsinya oleh Departemen Pendidikan Nasional, Nomor 45 Tahun 2010 memberi porsi 40% nilai sekolah yang diperoleh rata-rata nilai rapor dan nilai ujian sekolah.  Tapi mutu pendidikannya sendiri belum bisa dikatakan baik karena terindikasi kecurangan. Kecurangan itu sendiri bisa terjadi pada saat sebelum, dan saat ujian sedang berlangsung, dan itu terkoordinasi begitu rapi. Memang benar UN tidak curang, tapi orang-orang yang mengawal proses berjalannya UN ini yang sangat perlu mendapatkan perhatian. Mereka juga melakukan hal tersebut semata-mata karena satu tujuan. Beberapa orang ingin memperkaya diri, beberapa orang lagi ingin sekolahnya mendapatkan nilai rata-rata yang tinggi, dengan cara membeli kunci jawaban yang dananya berasal dari swadaya guru-guru di sekolah tsb.
   Hal-hal tersebut yang kemudian melahirkan berbagai macam pandangan, pro kontra yang berujung pada adanya beberapa pihak yang tidak puas, serta mutu pendidikan yang dianggap sangat tertinggal dibanding negara lain. Selain itu juga timbul masalah lain, yang mana kelulusan menjadi hal yang mutlak bagi seorang siswa, UN menjadi momok yang menakutkan bagi siswa peserta ujian nasional. Bahkan ada di antara beberapa kasus, siswa yang nekat bunuh diri karena depresi sebelum dan sesudah UN. 

Apa ini yang di sebut dengan meningkatkan mutu pendidikan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar